PERBANDINGAN
SISTEM PENILAIAN DALAM KTSP DAN KURIKULUM 2013
NAMA KELOMPOK .
ACHMAD FAISOL MANSUR (1211021005)
MOH MAHRUS (1211021006)
AGUS DWI SANTOSO (1211021030)
Dibuat untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah Assemen dan Evaluasi
JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN-UNDIKSHA
SINGARAJA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3 Tentang
Sistem pendidikan Nasional menyebutkan bahwa fungsi Pendidikan nasional
adalah “Untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Dengan ditetapkan tujuan pendidikan
nasional akan terciptanya keselaran dalam antar daerah diseluruh nusantara.
Melalui kurikulum, pemerintah menjabarkan maksud, fungsi dan tujuan pendididkan
nasional.
Kurikulum 2013 sebagai kurikulum yang yang baru
memiliki arah dan paradigma yang berbeda dibandingkan kurikulum-kurikulum
sebelumnya, yakni kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004 dan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Teori tentang kurikulum dijabarkan
melalui teori pendidikan. Sukmadinata (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan empat
teori pendidikan yang berhubungan dengan kurikulum, yaitu: (1) pendidikan
klasik; (2) pendidikan pribadi; (3) teknologi pendidikan dan (4) teori
pendidikan interaksional. Setiap kurikulum akan mencerminkan teori pendidikan
yang digunakan. Pada teori-teori pendidikan itu, penilaian tetap menjadi hal
penting dibicarakan.
Pada
setiap kurikulum, sistem penilaian menjadi hal yang sangat penting untuk
diperhatikan, mengingat penilaian merupakan proses mengumpulkan informasi/bukti
melalui pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi
bukti-bukti hasil pengukuran. Kurikulum
2013 mengisyaratkan penting sistem penilaian diri, dimana peserta didik
dapat menilai kemampuannya sendiri. Sistem penilaian mengacu pada tiga (3)
aspek penting, yakni: knowledge,
skill dan attitude.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep penilaian dalam kurikulum 2013?
2.
Bagaimana penilaian dalam ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik?
3.
Bagaimana perbandingan sistem penilaian dalam KTSP
dan kurikulum 2013?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui konsep penilaian dalam kurikulum 2013.
2.
Mengetahui penilaian dalam ranah kognitif, afektif
dan psikomotorik.
3.
Mengetahui perbandingan sistem penilaian dalam KTSP
dan kurikulum 2013.
D.
Manfaat
1.
Dapat menambah wawasan tentang konsep penilaian dalam
pembelajaran
2.
Dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam
pembelajaran evaluasi pembelajaran biologi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP DASAR PENILAIAN
DALAM KURIKULUM 2013
Penilaian (assesment) adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan kurikulum
2013, konsep penilaian yang digunakan adalahpenilaian autentik. Penilaianautentikmerupakanpenilaian
yang dilakukansecarakomprehensifuntukmenilaimulaidarimasukan (input),
proses, dankeluaran (output) pembelajaran, yang
meliputiranahsikap, pengetahuan, danketerampilan.
Penilaianautentikmenilaikesiapanpesertadidik, serta proses
danhasilbelajarsecarautuh. Keterpaduanpenilaianketigakomponen (input – proses –
output) tersebutakanmenggambarkankapasitas, gaya, danhasilbelajarpesertadidik,
bahkanmampumenghasilkandampakinstruksional (instructional effects) dandampakpengiring
(nurturant effects) daripembelajaran.
Secara konseptual asesmen
autentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan dengan tes
pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan asesmen autentik untuk
mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru menerapkan kriteria yang
berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan
nilai prestasi luar sekolah.
Asesmen autentik memiliki
relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan
tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan
peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi,
menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Asesmen autentik cenderung
fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik
untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik.
Karenanya, asesmen autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu
dalam pembelajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk
mata pelajaran yang sesuai.
Asesmen Autentik terdiri
dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung
keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang
pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas
tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga,
analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas
perolehan sikap, keteampilan, dan pengetahuan yang ada.
Dengan demikian, asesmen
autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara terbaik agar semua
siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu yang berbeda.
Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui penyelesaian
tugas di mana peserta didik telah memainkan peran aktif dan kreatif.
Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi
perkembangan pribadi mereka.
Prinsip dan Pendekatan Penilaian
Penilaianhasil belajarpesertadidikpadajenjangpendidikandasardanmenengahdidasarkanpadaprinsip-prinsipsebagaiberikut.
1.
Objektif,
berartipenilaianberbasispadastandar (prosedurdankriteria yang jelas)
dantidakdipengaruhifaktorsubjektivitaspenilai.
2.
Terpadu,
berartipenilaianolehpendidikdilakukansecaraterencana,
menyatudengankegiatanpembelajaran, danberkesinambungan.
3.
Ekonomis,
berartipenilaian yang efisiendanefektifdalamperencanaan, pelaksanaan,
danpelaporannya.
4.
Transparan,
berartiprosedurpenilaian, kriteriapenilaian,
dandasarpengambilankeputusandapatdiaksesolehsemuapihak.
5.
Akuntabel,
berartipenilaiandapatdipertanggungjawabkankepadapihak internal
sekolahmaupuneksternaluntukaspekteknik, prosedur, danhasilnya.
6.
Sistematis,
berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah baku.
7.
Edukatif,
berartipenilaianbersifatmendidikdanmemotivasipesertadidikdanguru.
Jenis-jenis Asesmen Autentik
Dalam rangka melaksanakan asesmen
autentik yang baik, guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin
dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan
dengan: (1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai; (2)
fokus penilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan sikap, keterampilan,
dan pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti
penalaran, memori, atau proses. Beberapa jenis asesmen autentik disajikan
berikut ini.
1.
Penilaian Kinerja
Asesmen autentik sebisa
mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya dalam proses dan
aspek-aspek yangg akan dinilai. Penilaian kinerja memerlukan
pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama, langkah-langkah kinerja harus
dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja yang nyata untuk suatu atau
beberapa jenis kompetensi tertentu. Kedua, ketepatan dan kelengkapan
aspek kinerja yang dinilai. Ketiga, kemampuan-kemampuan khusus yang
diperlukan oleh peserta didik untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Keempat,
fokus utama dari kinerja yang akan dinilai, khususnya indikator esensial yang
akan diamati. Kelima, urutan dari kemampuan atau keerampilan peserta
didik yang akan diamati.
Penilaian kinerja memuat
penilaian diri (self assessment). Penilaian diri merupakan suatu teknik
penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan
dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang
dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat
digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
2.
Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project
assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus
diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian
tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan
penyajian data. Dengan demikian, penilaian proyek bersentuhan dengan aspek
pemahaman, mengaplikasikan, penyelidikan, dan lain-lain.
Penilaian proyek berfokus pada
perencanaan, pengerjaan, dan produk proyek. Dalam kaitan ini serial kegiatan
yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan rancangan dan instrumen
penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan. Penilaian
proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek, skala penilaian, atau narasi.
Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.
Produk akhir dari sebuah proyek
sangat mungkin memerlukan penilaian khusus. Penilaian produk dari sebuah proyek
dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk hasil akhir secara holistik dan
analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian atas
kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti makanan, pakaian, hasil
karya seni (gambar, lukisan, patung, dan lain-lain), barang-barang terbuat dari
kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan karya logam. Penilaian secara
analitik merujuk pada semua kriteria yang harus dipenuhi untuk
menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara holistik merujuk pada apresiasi
atau kesan secara keseluruhan atas produk yang dihasilkan.
3.
Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio
merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang
menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran
yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang relevan dengan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran
tertentu.Fokus penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik secara
individu atau kelompok pada satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama
dilakukan oleh guru, meski dapat juga oleh peserta didik sendiri.
Memalui penilaian portofolio guru
akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik. Misalnya,
hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat karangan, puisi, surat, komposisi
musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan penelitian,
sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar penilaian itu, guru dan/atau peserta didik
dapat melakukan perbaikan sesuai dengan tuntutan pembelajaran.
4. Penilaian Tertulis
Tes tertulis berbentuk
uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami,
mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan
sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian
sebisa mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Pada tes tertulis berbentuk esai,
peserta didik berkesempatan memberikan jawabannya sendiri yang berbeda dengan
teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh nilai yang sama. Misalnya,
peserta didik tertentu melihat fenomena kemiskinan dari sisi pandang kebiasaan
malas bekerja, rendahnya keterampilan, atau kelangkaan sumberdaya alam.
Masing-masing sisi pandang ini akan melahirkan jawaban berbeda, namun tetap
terbuka memiliki kebenaran yang sama, asalkan analisisnya benar. Tes tersulis
berbentuk esai biasanya menuntut dua jenis pola jawaban, yaitu jawaban terbuka
(extended-response) atau jawaban terbatas (restricted-response).
Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang diberikan oleh guru. Tes semacam
ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil belajar peserta
didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.
B.
PENILAIAN RANAH KOGNITIF,
AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK
·
Penilaian Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah
termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan
kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami,
mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan kemampuan mencipta.
Contoh penilaian ranah kognitif dalam pembelajaran dapat
dilakukan dengan memberikan tes kepada peserta didik. Tes yang yang diberikan
dapat berupa butir-butir soal yang berkaiatan dengan domain tingkatan aspek
taksonomi. Adapun contoh soal sebagai berikut:
·
Tingkatan mengingat (C1)
Indikator soal: Menyebutkan nama ilmuwan berdasarkan teori yang
dikemukakannya. “Siapa ilmuwan yang berhasil membuktikan teori Oparin?”
a. Harold Urey
b. Stanley Miller
c. F. Redi
d. L. Pasteur
e. Aristoteles
·
Tingkatan memahami (C2)
Indikator soal: Mengubah tampilan data pertumbuhan
tanaman ke dalam bentuk diagram batang. “Di bawah ini adalah data yang
diperoleh dari hasil pengukuran pertumbuhan tinggi tanaman tomat:
Minggu ke-
|
Tinggi Tanaman (cm)
|
1
|
5
|
2
|
17
|
3
|
25
|
Berdasarkan data di atas, buatlah
diagram batang pertumbuhan tinggi
tanaman tomat dalam kurun waktu 3 minggu!”
·
Tingkatan menganalisis (C4)
Indikator soal:
Mengaitkan defisiensi terhadap suatu zat makanan dengan penyakit yang
ditimbulkan.”Uji biuret pada suatu produk makanan menunjukkan hasil negatif
(tidak timbul warna merah atau ungu). Apabila produk makanan tersebut dijadikan
sumber makanan satu-satunya, maka akan menimbulkan....
a. penyakit
kwashiorkor
b. gangguan penyerapan kalsium
c. gangguan transportasi vitamin A, D, E, dan K
d. penyakit marasmus
e. pH darah tidak stabil
·
Penilaian Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah
yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku
seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan
bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah
memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif
akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif menjadi
lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1)
Receiving atau attending (= menerima atua
memperhatikan)
Adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi,
gejala dan lain-lain.
2)
Responding (= menanggapi)
Mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat
reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang
receiving.
3)
Valuing
(menilai=menghargai)
Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai
atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga
apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau
penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi
daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar,
peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi
mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik
atau buruk.
4)
Organization (=mengatur
atau mengorganisasikan)
Artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga
terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur
atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain,
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
5)
Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan suatu nilai atau
komplek nilai)
Yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi
dalam suatu hirarki nilai.
Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi
emosinya. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang
telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentuk
karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat
diramalkan.
Skala yang digunakan untuk
mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek
diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung
(positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah
kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni
kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan
seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan
perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan
dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu,
sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Kompetensi siswa dalam
ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa
dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal
yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian
angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan
perlu lembar pengamatan.
·
Penilaian Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor merupakan
ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak
setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah
ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat,
melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor
dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor
ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak
dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan
dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta
didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti
pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk
mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah
pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu
Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup:
(1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis
suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan
tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk
dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan. Penilaian
psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau
pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk
mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang
dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses
belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik,
kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan
penggunaan alins ketika belajar. Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah
tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah
dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat berupa tes paper
and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
1)
Tes simulasi
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, jika
tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan
penampilan peserta didik, sehingga peserta didik dapat dinilai tentang
penguasaan keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga
seolah-olah menggunakan suatu alat yang sebenarnya.
2)
Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini,
dilakukan dengan sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta
didik sudah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam
melakukan praktik pengaturan lalu lintas di lapangan yang sebenarnya
C.
PERBANDINGAN PENILAIAN
DALAM KTSP DAN KURIKULUM 2013
Penilaian kurikulum 2013
mengalami perubahan dari KTSP. Penilaian hasil belajar mengalami pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur kompetensi
pengetahuan berdasarkan hasil saja),
menuju penilaian autentik (mengukur
semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan
hasil). Dalam proses penilaian,
kurikulum 2013 berbasis
pada kemampuan melalui penilaian proses dan output sedangkan KTSP hanya
berfokus pada pengetahuan melalui penilaian output. Penilaian dalam kurikulum
2013 menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik secara proporsional
Penilaian test dan portofolio saling melengkapi. Dalam KTSP, menekankan aspek
kognitif test menjadi cara penilaian yang dominan.Pada kurikulum 2013 skala
nilai tidak lagi 0-100, malainkan 1-4 untuk aspek kognitif dan psikomotor,
sedangkan untuk aspek afektif menggunakan SB= Sangat Baik, B= Baik, C= Cukup,
K= kurang. Skala nilai 1-4 dengan ketentuan kelipatan 0,33.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Konsep penilaian yang digunakan dalam kurikulum 2013 adalah
penilaian autentik. Penilaian autentik terdiri dari penilaian kinerja,
penilaian proyek, penilaian portofolio, dan penilaian proyek. Penilaian dalam
pembelajaran memuat 3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian
ranah kognitif mencakup kegiatan mental (otak). Penilaian ranah afektif berkaitan
dengan sikap dan nilai. Penilaian ranah psikomotorik berkaitan dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu. Dalam sistem penilaian, antara kurikulum 2013 dan
KTSP memiliki perbedaan, salah satu diantaranya yaitu standar penilaian dalam
kurikulum 2013 lebih menekankan pada penilaian berbasis
kemampuan melalui penilaian proses dan output sedangkan KTSP hanya berfokus
pada pengetahuan melalui penilaian output.
B.
SARAN
Pendidik agar dapat
menerapkan sistem penilaian sesuai dengan kurikulum 2013 sehingga proses
pembelajaran dapat memberikan hasil yang maksimal dan mampu mengenali potensi
peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Anderson, L.W &
Krathwohl, D.R. (2010). Kerangka Landasan
untukPembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Anwar, C. (2005). Penerapan
Penilaian Kinerja (Performance
Assessment) dalam membentuk Habits of
Mind Siswa pada Pembelajaran Konsep Lingkungan. Tesis Magister pada Sekolah
Pascasarjana Pendidikan IPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Klenowski, Val. (2002). Developing
Portofolios for Learning and Assessment. London: Routledge Falmer.
Popham, W.J. (2011). Classroom
Assessment What Teacher Need to Know. Boston: Pearson Education, Inc.
Rahmah, Elin. (2012). Penerapan
Asesmen Portofolio dalam Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa
SMP pada Praktikum Uji Makanan. Skripsi Pendidikan Biologi UPI Bandung.
Tidak diterbitkan.
Sudijono, A. (2001). Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Uno,
Hamzah B. 2012. Assessment Pembelajaran.
Jakarta: BumiAksara
0 komentar:
Posting Komentar